A. Karakteristik Penanggalan Hijriyah
Penentuan
dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada
pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah
hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.
Kalender
Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender
lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan
dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam
satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang
menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding
dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya,
siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender
Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak
terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada
jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara
itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya
bulan baru di perige (jarak terdekat
bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari
(aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan
berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit
tersebut (Bulan, Bumi
dan Matahari).
Selain
itu, dalam jangka waktu satu tahun masehi bisa terjadi dua tahun baru hijriah.
Contohnya seperti yang terjadi pada tahun 1943, dua tahun baru hijriah jatuh
pada tanggal 8 Januari 1943 dan 28 Desember 1943.[1]
Yang
menjadi persoalannya sekarang adalah umat Islam belum begitu familiar dengan
kalendernya sendiri, tetapi lebih familier dengan kalender masehi. Akibatnya,
sering terjadi kebingungan manakala ada perbedaan dalam mengawali ataupun
mengakhiri puasa misalnya. Padahal kalender hijriyah yang tertulis da;lam kalender yang ada di
tiap rumah keluarga muslim itu didasarkan pada perhitungan rata-rata (Hisab
urfi) yang tidak bisa dijadikan acuan dalam melakukan ibadah.[2]
B.
Sejarah
Penanggalan Hijriyah
Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem
kalender berbasis campuran antara Bulan
(Qomariyah) maupun Matahari (Syamsiyah).
Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan
penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah
tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut.
Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal
dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu, terjadi
penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah,
Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum,
kini termasuk wilayah Ethiopia).
Sistem
penanggalan Islam (1 Muharram 1 Hijriyah) dihitung sejak peristiwa hijrahnya
Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah, atas
perintah Tuhan. Oleh karena itulah kalender Islam disebut juga sebagai kalender
Hijriah. Di barat kalender Islam biasa dituliskan dengan A.H, dari latinnya Anno
Hegirae. Peristiwa
hijrah ini bertepatan dengan 15 Juli 622 Masehi. Jadi penanggalan Islam atau
Hijriah (1 Muharram 1 Hijriah) dihitung sejak terbenamnya Matahari pada hari
Kamis, 15 Juli 622 M.
Walaupun
demikian, penanggalan dengan tahun hijriah ini tidak langsung diberlakukan
tepat pada saat peristiwa hijrahnya nabi saat itu. Kalender Islam baru diperkenalkan
17 tahun (dalam perhitungan tahun masehi) setelah peristiwa hijrah tersebut
oleh sahabat terdekat Nabi Muhammad sekaligus khalifah kedua, Umar bin Khatab.
Beliau melakukannya sebagai upaya merasionalisasikan berbagai sistem
penanggalan yang digunakan pada masa pemerintahannya. Kadang sistem penanggalan
yang satu tidak sesuai dengan sistem penanggalan yang lain sehingga sering
menimbulkan persoalan dalam kehidupan umat.
Kalender
dengan 12 bulan sebetulnya telah lama digunakan oleh Bangsa Arab jauh sebelum
diresmikan oleh khalifah Umar, tetapi memang belum ada pembakuan perhitungan
tahun pada masa-masa tersebut. Peristiwa-peristiwa penting biasanya hanya
dicatat dalam tanggal dan bulan. Kalaupun tahunnya disebut, biasanya sebutan
tahun itu dikaitkan dengan peristiwa penting yang terjadi pada masa itu.
Misalnya tahun gajah, dan lain sebagainya.
Setelah
banyak persoalan muncul akibat tidak adanya sistem penanggalan yang baku, dan
atas prakarsa Khalifah Umar, diadakanlah musyawarah dengan tokoh-tokoh sahabat
lainnya mengenai persoalan penanggalan ini. Dari sini disepakati bahwa tahun
hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah
adalah tahun pertama dalam kalender Islam. Sedangkan nama-nama keduabelas bulan
tetap seperti yang telah digunakan sebelumnya, diawali dengan bulan Muharram
dan diakhiri dengan bulan Dzulhijjah.
Peristiwa
hijrahnya Nabi Muhammad beserta para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah yang
dipilih sebagai titik awal perhitungan tahun, tentunya mempunyai makna yang
amat dalam bagi umat Islam. Peritiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah merupakan
peristiwa besar dalam sejarah awal perkembangan Islam. Peristiwa hijrah adalah
pengorbanan besar pertama yang dilakukan nabi dan umatnya untuk keyakinan
Islam, terutama dalam masa awal perkembangannya. Peristiwa hijrah ini juga
melatarbelakangi pendirian kota muslim pertama. Tahun baru dalam Islam
mengingatkan umat Islam tidak akan kemenangan atau kejayaan Islam, tetapi
mengingatkan pada pengorbanan dan perjuangan tanpa akhir di dunia ini[3].
Penanggalan
hijriah ini berdasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi. penanggalan ini
didasarkan pada perhitungan (hisab). Satu kali edar lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik.[4]
Untuk menghindari pecahan hari maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang 30 hari dan adapula yang 29 hari,
yaitu untuk bulan-bulan ganjil berumur 30 hari, sedang bulan-bulan genap
berumur 29 hari, kecuali pada ke-12 (Dzulhijjah) pada Kabisat berumur 30 hari.[5]
Setiap
30 tahun terdapat 11 tahun kabisat (panjang = berumur 355 hari) dan 19 tahun
basithah (pendek = berumur 354 hari).
Tahun-tahun kabisat jatuh
pada urutan ke 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,29 sebagaimana dalam ungkapan dengan
angka-angka jumali di bawah ini :
بَ هْ زِيُ يَجْ يَهْ يَحُ كَاْ كَدْ كَوْ كطِ
كَبَا ئِسِ فِيْ كُلٌ لِِ مِنْ هِجْرَ ةِِ
Sedangkan
selain urutan di atas merupakan tahun basithah.
I. Kaidah umum
a. 1 tahun hijriyah =
354 hari (Basithah), Dzulhijjah = 29 hari = 355 hari (kabisat) Dzulhijjah = 30
hari
b. Tahun-tahun kabisat
jatuh pada urutan ahun ke-2,5,7,10,13,15,18,21,24,26 dan 29 (tiap 30 tahun)
c. 1 daur = 30 tahun =
10631 hari
II. Menghitung Hari
dan Pasaran
Menghitung
hari dan pasaran pada tanggal 1 muharram suatu tahun dengan cara ;
1) Tentukan tahun yang
akan dihitung
2) Hitung tahun tam,
yakni tahun yang bersangkutan dikurangi satu
3) Hitunglah berapa
daur selama tahun tam tersebut
4) Hitung berapa tahun
kelebihan dari sejumlah daur tersebut
5) Hitung berapa hari
selama daur yang yang ada, yakni daur kali 10631 hari
6) Hitung berapa hari
selama tahun kelebihan (lihat daftar jumlah hari tahun hijriyah)
7) Jumlahkan hari-hari
tersebut dan tambahkan 1 (1 muharram)
8) Jumlah hari
kemudian dibagi menjadi 7 ;
1=
Jum’at 3= Ahad 5= Selasa
7= Kamis
2=
Sabtu 4= Senin 6= Rabu
0= Kamis
9) Jumlah hari
kemudian dibagi 5 ;
1=
Legi 3= Pon 5= Kliwon
2=
Pahing 4= Wage 6= Kliwon
Jumlah
Hari Tahun Hijriyah
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
1
2
3
4
5
|
354
709
1063
1417
1772
|
6
7
8
9
10
|
2126
2481
2835
3189
3544
|
11
12
13
14
15
|
3898
4252
4607
4961
5316
|
16
17
18
19
20
|
5670
6024
6379
6733
7087
|
21
22
23
24
25
|
7442
7796
8150
8505
8859
|
26
27
28
29
30
|
9214
9568
9922
10277
10631
|
Contoh:
Tanggal;
1 Muharram 1425 H
Waktu yang dilalui 1424 tahun, lebih 1
hari atau (1424 : 30) 47 daur. Lebih 14 tahun, lebih 1 hari
47
daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari
14
tahun= (14 x 354) + 5 hari = 4.961
hari
1
hari = 1
hari +
Jumlah = 504.619
hari
504.619 : 7 = 72.088, lebih 3= Ahad (mulai jum’at)
504.619 : 5 = 100.923, lebih 4= Wage (mulai legi)
Jadi tanggal 1 muharram 1425 H jatuh
pada hari Ahad Wage
III. Membuat kalender
Setelah mendapatkan hasil hari dan
pasaran pada tanggal 1 Muharram dengan cara di atas, maka untuk mengetahui hari
dan pasaran pada tanggal tiap-tiap bulan berikutnya, dapat digunakan pedoman di
bawah ini;
Pedoman Hari (Hr) dan Pasaran (Ps)
Bulan
|
Hari
|
Pasaran
|
Umur
|
Bulan
|
Hari
|
Pasaran
|
Umur
|
Muharram
Shafar
Rabi’ul awal
Rabi’ul akhir
Jumadal Ula
Jumadil Akhir
|
1
3
4
6
7
2
|
1
1
5
5
4
4
|
30
29
30
29
30
29
|
Rajab
Sya’ban
Ramadhan
Syawal
Dzulqa’dah
Dzulhijjah
|
3
5
6
1
2
4
|
3
3
2
2
1
1
|
30
29
30
29
30
29/30
|
Bait-Bait
tentang Penanggalan Hijriyah
اَاِِِ مُحَرَّمُكَ جِئْ لِصَفَرِِِِِ دَهِِ
رَبِيْعُ اَوَّلِِِ وَهْ اَخِرِ
زِدْ اَوَّلُ الْجُمَادِ بُدْ لِلثَّانِىْ جَجِِ
لِرَجَبِ هَجِ الشَّعْبَانِِ
وَبِِ لِرَمْضَانَ اَبٌُ شَوَّالُ بَا قََعْدَةٌ دَا حِجَّةٌ فَنَالُوْا
Keterangan : Hari dan pasaran apa saja pada tanggal
1 muharram tahun berapa saja nilainya adalah 1, sehingga untuk bulan-bulan
berikutnya, hari dan pasaranya tinggal mengurutkan hari kebeberapa dari tanggal
1 muharram itu sesuai dengan angka yang ada pada jadwal (Hr dan Pr) di atas.
IV. Menghitung Hari
Untuk
mengetahui hari dan pasaran suatu tanggal tertentu maka hari dan pasaran
tanggal 1 bulan itu bernilai satu, sehingga tinggal menambahkan sampai tanggal
yang dikehendaki.
Misalnya
tanggal 17 Ramadhan 1425 Hijriyah, karena tanggal 1 Ramadhan 1425 Hijriyah
jatuh pada hari jum’at kliwon, maka tanggal 17 Ramadhan 1425 hijriyah jatuh
pada hari Ahad Legi, yakni 17 hari dihitung dari jum’at sehingga jatuh hari
Ahad, dan 17 hari dihitung dari kliwon sehingga jatuh pasaran Legi.[6]
C. Penanggalan Jawa dan Penanggalan Hijriah
Sistem
Kalender
Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya
memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender
Saka (berbasis matahari) yang berasal dari India.
Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625
Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka), Sultan
Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem
Kalender Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar
(komariyah). Namun demikian, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan,
dari 1547 Saka Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke
1547 Jawa.
Berbeda dengan Kalender
Hijriah yang murni menggunakan visibilitas Bulan
(moon visibility) pada penentuan awal
bulan
(first month), Penanggalan Jawa telah
menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.[7]
Tanggal-tanggal
penting dalam Kalender Hijriyah antara lain :
a.
1 Muharram:
Tahun Baru Hijriyah
b.
10 Muharram: Hari
Asyura. Hari ini diperingati bagi kaum Syi'ah
untuk memperingati wafatnya Imam Husain
bin Ali
c.
12 Rabiul
Awal: Maulud Nabi Muhammad (hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW)
d.
27 Rajab: Isra'
Mi'raj
e.
Bulan
Ramadan: Satu bulan penuh umat Islam menjalankan Puasa Ramadan
1.
27 Ramadan: Nuzulul
Qur'an (di Indonesia dan Malaysia diperingati setiap tanggal
17 Ramadan)
2.
10 hari
terakhir di Bulan Ramadan terjadi Lailatul
Qadar
f.
1 Syawal:
Hari Raya Idul Fitri
g.
8 Dzulhijjah: Hari Tarwiyah
h.
9
Dzulhijjah: Wukuf di Padang
Arafah
i.
10 Dzulhijjah: Hari Raya Idul
Adha
j.
11-13 Dzulhijjah: Hari Tasyriq
Sistem Kalender yang digunakan
secara umum ialah kalender Solar, Lunar, Lunisolar, dan Persetujuan. Kalender Lunar adalah kalender yang
disesuaikan dengan pergerakan Bulan (fase bulan); contohnya ialah Hijriah.
Kalender
Solar adalah kalender yang di
dasarkan dari musim dan pergerakan Matahari. Contohnya ialah Kalender Persia, dan Kalender Romawi. Kalender Lunisolar adalah kalender yang disesuaikan dengan
pergerakan bulan dan matahari, seperti Kalender Bali,
Kalender Yahudi, dan Kalender Tionghoa
sebagai contohnya. Kalender Persetujuan adalah Kalender yang tidak disesuaikan dengan
Bulan dan Matahari, contohnya adalah hari dan minggu Julian yang digunakan oleh
pakar bintang.
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Hijriyah,#Sejarah,
Diakses tgl.11-10-2010
[2] Maskufa,MA, Ilmu Falaq, Jakarta;
Gaung Persada, hlm. 186
[3] http://langit selatan.com, menghitung-hari-dengan-sistem-penanggalan-hijriah.
Diakses pada tgl.10.10.2010
[4] Muhyiddin Khazin, Ilmu falak Dalam
Teori dan Praktik,Yogyakarta; Buana Pustaka, hlm.112
[5] Muhyiddin Khazin. Ibid, hlm.113-116
[6]Muhyiddin Khazin. Ibid, hlm.112
No comments:
Post a Comment