Pages

Saturday, February 15, 2020

PERHITUNGAN ARAH QIBLAT DAN RASHDUL QIBLAT MENGGUNAKAN INSTRUMEN KLASIK FALAK

(Fungsi Istimewa Instrumen Klasik Lokal yang Berisi Kurva atau Grid Tata Koordinat Equatorial Bola Langit)

PART I. PERHITUNGAN ARAH QIBLAT

Pembuatan instrumen klasik falak merupakan upaya yang dilakukan oleh Falakiyun di masa lalu untuk mempermudah perhitungan-perhitungan falak yang cukup rumit. Instrumen klasik tersebut banyak sekali jenisnya. Salah satu yang cukup banyak digunakan adalah instrumen klasik falak yang berisi kurva atau grid tata koordinat equatorial bola langit. Contoh instrumen jenis ini adalah Al-Asthurlab Al-Musathah (Planespheric Astrolabe), Rub’ Al-Sa’at (Horary Quadrant), Rub’ al-Asthurlab (Astrolabe Quadrant), Gunter’s Quadrant, dan lain sebagainya. Instrumen-instrumen tersebut dibuat dengan memproyeksikan tata koordinat bola langit di suatu lokasi. Sehingga akan sangat memudahkan dalam perhitungan jam berdasarkan posisi benda langit atau sebaliknya perhitungan posisi benda langit berdasarkan jam yang diinginkan. Namun bagaimana jika instrumen klasik falak jenis ini difungsikan untuk perhitungan arah Qiblat dan Rashdul Qiblat? apakah hal tersebut bisa dilakukan ?
Apapun jenis dan bentuk instrumen klasik falak, jika di dalamnya berisikan kurva atau grid hasil proyeksi tata koordinat bola langit (Tata Koordinat Horizontal dan Equatorial), maka instrumen tersebut sangat mungkin digunakan dalam perhitungan Rashdul Qiblat karena sejatinya Rashdul Qiblat adalah waktu di saat arah Matahari senilai dengan arah Qiblat, dan instrumen klasik berjenis ini sudah memiliki proyeksi kurva arah/azimuth Matahari (benda langit). Namun agar dapat difungsikan dalam perhitungan Rashdul Qiblat, instrumen klasik Falak tersebut harus ditambahkan dengan kurva arah atau azimuth qiblat untuk lokasi tersebut. Penambahan kurva arah atau azimuth qiblat ini juga sebenarnya sangat mudah, hanya dengan menggunakan cara yang sama dengan cara memproyeksikan kurva arah/azimuth lainnya. Namun bagi beberapa Astronomical Instrument Makers zaman dahulu seperti al-Biruni, al-Marakusyi, hal tersebut sangat jarang dilakukan. Hal ini bukanlah karena algoritma perhitungan Rashdul Qiblat belum ditemukan pada saat itu. Tetapi karena kesengajaan mereka untuk TIDAK menambahkan kurva azimuth Qiblat khusus untuk suatu lokasi.
“Apa alasannya ?”
Pertama, perlu diketahui bahwa instrumen Al-Asthurlab Al-Musathah (Planespheric Astrolabe), Rub’ Al-Sa’at (Horary Quadrant), dan kebanyakan instrumen klasik Falak lainnya yang berisi proyeksi koordinat bola langit adalah berjenis instrumen lokal. Maksudnya adalah instrumen tersebut hanya bisa digunakan untuk 1 lokasi dengan ketentuan nilai lintang tempat yang sama dengan lintang tempat yang dijadikan acuan pembuatan instrumen. Jadi, sifat lokal dari instrumen tersebut adalah TERBATASNYA penggunaan instrumen tersebut untuk satu nilai lintang tempat saja. Dengan demikian, instrumen klasik Falak tersebut dapat digunakan untuk lokasi manapun di Bumi: berapapun nilai bujur tempatnya, asal nilai lintang tempatnya senilai dengan yang dijadikan acuan pembuatan instrumen.
Kedua, perlu diketahui pula bahwa perhitungan Arah dan Rashdul Qiblat memerlukan data bujur tempat. Jika instrumen tersebut ditambahkan dengan kurva azimuth Qiblat khusus untuk satu lokasi, maka hal tersebut akan menimbulkan ketidakjelasan pada sifat lokal instrumen klasik Falak. Apakah instrumen klasik tersebut bisa digunakan untuk 1 lintang tempat dengan berapapun nilai bujur tempatnya? Ataukah instrumen tersebut terbatas penggunaannya untuk 1 lintang dan 1 bujur tempat saja?
“Buatkan saja kurva azimuth Qiblatnya, lalu katakan: instrumen klasik tersebut bisa digunakan untuk 1 lintang dengan berapapun nilai bujur tempatnya, tetapi khusus untuk fungsi Rashdul Qiblat, hanya bisa digunakan untuk 1 lintang dan 1 bujur tempat saja.”
Jika itu adalah solusi yang kalian pilih, maka kalian berarti belum cukup mendalami konsep Astronomi Bola, dan kalian akan melewatkan “fungsi istimewa” dari instrumen falak berjenis ini. Penulis katakan ini adalah “fungsi istimewa” karena dari penelusuran penulis, BELUM DITEMUKAN ada software maupun aplikasi Falak yang memiliki fungsi ini. Fungsi istimewa ini justru akan “terkubur” jika pembuat instrumen memilih untuk menambahkan azimuth Qiblat khusus untuk perhitungan Rashdul Qiblat di suatu lokasi tanpa memikirkan kenapa The Greatest Astronomical Instrument Makers seperti al-Biruni dan al-Marakusyi memilih tidak menambahkan kurva khusus tersebut.
1.      Perhitungan Arah Qiblat (Model 1, istimewa, unik)
Siapa sangka jika instrumen klasik Falak yang memuat kurva dan grid sistem koordinat bola langit, ternyata dapat difungsikan dalam perhitungan arah Qiblat yang sebenarnya algoritmanya berasal dari sistem koordinat bola Bumi. Kenapa bisa demikian? Karena meskipun jenis sistem koordinatnya berbeda, rumus perhitungan arah Qiblat yang berasal dari segitiga bola Bumi memiliki kesamaan dengan segitiga bola langit dalam perhitungan arah benda langit. Kesamaan tersebut adalah pendefinisian lintang Mekah yang sama dengan deklinasi: jarak sutu lokasi/benda dari dari Ekuator (Bumi dan Langit), serta jarak busur Mekah-Tempat yang memiliki kesamaan definisi dengan Sudut waktu yaitu jarak sepanjang Ekuator (Bumi dan Langit) dihitung dari Meridian markaz.
Sebenarnya tidak hanya dari definisinya saja, konfigurasi segitiga bola Bumi dalam perhitungan arah Qiblat dan segitiga bola langit dalam koordinat equatorial atau sudut jam bintang juga sama. Sehingga instrumen falak yang memiliki kurva atau grid dari koordinat pastinya dapat digunakan untuk perhitungan arah Qiblat
Berdasarkan ini, penulis menarik kesimpulan bahwa kurva-kurva azimuth (arah) benda langit pada Astrolabe, Rub’ al-Sa’at dan instrumen klasik Falak lainnya DAPAT DIFUNGSIKAN sebagai azimuth (arah) Qiblat. Sehingga instrumen falak klasik tersebut dapat digunakan dalam perhitungan arah dan Rashdul Qiblat. Namun dengan sifat lokal instrumen klasik falak tersebut: yaitu dapat digunakan untuk 1 lintang tempat dengan tanpa ketentuan nilai bujur tempat, jenis perhitungan arah Qiblat yang “terinstall” dalam instrumen tersebut berbeda dengan yang biasanya.
Perhitungan arah Qiblat dalam instrumen klasik falak ini cukup istimewa karena belum ada satupun software yang membuat algoritma perhitungan arah Qiblat yang tertanam secara default pada instrumen klasik falak. Perhitungan tersebut adalah
“Mencari nilai bujur tempat di setiap kurva arah (Qiblat) pada instrumen”
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kurva arah/azimuth pada instrumen dapat difungsikan sama dengan arah/azimuth Qiblat. Maka dengan demikian, arah/azimuth Qiblat dan nilai lintang tempat sudah diketahui yang belum diketahui dan yang akan dihitung adalah nilai bujur tempat. untuk lebih jelasnya, penulis akan mencontohkannya dengan instrumen klasik falak bernama Rub’ al-Sa’at al-Mu’addal yang merupakan hasil modifikasi yang penulis lakukan dari instrumen yang sebelumnya bernama Gunter’s Quadrant:
Instrumen ini dibuat dengan proyeksi stereographic tata koordinat bola langit untuk lintang 7o LS dengan kurva arah dari 0 – 90o dengan interval 10o. Dengan demikian, instrumen ini dapat menghitung nilai bujur tempat dengan lintang 7o LS yang memiliki arah kiblat 0, 10o, 20o, …..90o. Caranya adalah sebagai berikut:
a.       Letakkan benang pada skala mail al-Syams dan tandai simpul benang pada skala mail al-Syams al-Syimaly yang senilai dengan lintang Mekkah 21o25’21,04”. 
b.      Geser benang dan tepatkan pada kurva arah (warna merah) yang diasumsikan sebagai arah Qiblat. sebagai contoh, penulis menggunakan kurva arah 50o
c.       Lihat nilai qaus al-irtifa’ yang dihitung dari awal qaus. untuk contoh ini, nilai yang dihasilkan adalah 45o.
d.      Geser benang sampai kepada nilai tamam al-Qaus (90-qaus al-irtifa’). untuk contoh ini, karena nilai qaus al-irtifa’ 45o maka tamam al-Qaus juga sama yaitu 45o. sehingga benang tidak digeser lagi.
e.       Lihat posisi simpul benang pada kurva jam. Nilai kurva jam yang ditunjukkan oleh posisi simpul benang adalah nilai nilai Jarak Mekah-Tempat atau Selisih Bujur (SB) dalam satuan jam yang harus dikalikan dengan 15 untuk merubahnya menjadi satuan derajat. untuk contoh ini, posisi benang berada pada kurva jam 2:22:30 (skala bawah) dan jam 9:37:30 (skala atas) sehingga nilai SB adalah 35o37’30” dan 144o22’30’’
(Catatan: interval kurva jam pada instrumen ini adalah 15 menit. karena simpul benang berada di antara kurva jam 2:15 (9:30) dan 2:30 (9:45) maka penulis menggunakan nilai tengahnya yaitu 2:22:30 dan 9:37:30)
f.       Untuk nilai bujur timurnya dapat dihitung dengan menambahkan nilai SB skala bawah dengan bujur Ka’bah (39o49’34,36”). Sedangkan bujur baratnya (antipode) dapat dihitung dengan mengurangkan SB dengan bujur Ka’bah. Untuk contoh ini nilai bujur tempat yang dihasilkan adalah sebesar:
BT    = 35o37’30” + 39o49’34,36”
         = 75o27’4,36”
BB   = 144o22’30’’ – 39o49’34,36”
         = 104o32’55,64”
(Catatan: karena nilai BB adalah merupakan antipode maka lintang tempat dan arah Qiblat juga kebalikannya: 7 LU dan 50 ST)

contoh 2:
a.       Letakkan benang pada skala mail al-Syams dan tandai simpul benang pada skala mail al-Syams al-Syimaly yang senilai dengan lintang Mekkah 21o25’21,04”. 
b.      Geser benang dan tepatkan pada kurva arah (warna merah) yang diasumsikan sebagai arah Qiblat. sebagai contoh, penulis menggunakan kurva arah 60o
c.       Lihat nilai qaus al-irtifa’ yang dihitung dari awal qaus. untuk contoh ini, nilai yang dihasilkan adalah 59o15’.
d.      Geser benang sampai kepada nilai tamam al-Qaus (90-qaus al-irtifa’). untuk contoh ini, karena nilai qaus al-irtifa’ 59o15’ maka tamam al-Qaus adalah yaitu 30o45’. sehingga benang digeser lagi sampai berada pada nilai qaus al-Irtifa’ 30o45’.
e.       Lihat posisi simpul benang pada kurva jam. Nilai kurva jam yang ditunjukkan oleh posisi simpul benang adalah nilai nilai Jarak Mekah-Tempat atau Selisih Bujur (SB) dalam satuan jam yang harus dikalikan dengan 15 untuk merubahnya menjadi satuan derajat. untuk contoh ini, posisi benang berada pada kurva jam 3:32:18,46 (skala bawah) dan jam 8:27:41,54 (skala atas) sehingga nilai SB adalah 53o4’36,92’’ dan 126o55’23,08’’
(Catatan: interval kurva jam pada instrumen ini adalah 15 menit. karena simpul benang berada di kurva jam 3:30 (9:30) lebih sedikit ke arah kurva jam 3:45 (9:15), maka penulis menggunakan sedikit interpolasi dengan ketentuan kurva jam 3:30 berada pada Qaus 31o15’ sedangkan kurva jam 3:45 adalah berada pada Qaus 28o. Sehingga jam pada pada Qaus 30o45’adalah 3:32:18,46 dan 8:27:41,54

f.       Untuk nilai bujur timurnya dapat dihitung dengan menambahkan nilai SB skala bawah dengan bujur Ka’bah (39o49’34,36”). Sedangkan bujur baratnya (antipode) dapat dihitung dengan mengurangkan SB dengan bujur Ka’bah. Untuk contoh ini nilai bujur tempat yang dihasilkan adalah sebesar:
BT    = 53o4’36,92’’ + 39o49’34,36”
         = 92o54’11,28”
BB   = 126o55’23,08’’ – 39o49’34,36”
         = 87o5’48,72”
(Catatan: karena nilai BB adalah merupakan antipode maka lintang tempat dan arah Qiblat juga kebalikannya: 7 LU dan 60 ST)
Dengan langkah-langkah tersebut, maka dihasilkan nilai-nilai sebagai berikut:
Data
Hasil Perhitungan
Arah Qiblat
Lintang Tempat
Kurva jam tamam al-Qaus
Selisih Bujur (SB)
Bujur tempat
50o UB
7o LS
2:22:30
35o37’30”
75o27’4,36” BT
50o ST
7o LU
9:37:30
144o22’30’’
104o32’55,64” BB
60o UB
7o LS
3:32:18,46
53o4’36,92’’
92o54’11,28” BT
60o ST
7o LU
8:27:41,54
126o55’23,08’’
87o5’40,64” BB
(Silahkan diteruskan untuk kurva arah lainnya dan dicek akurasinya sendiri 😁)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perhitungan arah Qiblat Model 1 dengan instrumen klasik falak ini adalah perhitungan untuk mendapatkan tabel arah Qiblat khusus untuk lintang 7 (lintang yang dijadikan acuan instrumen) yang akan menghasilkan nilai bujur tempatnya (untuk masing-masing arah Qiblat). Tabel arah Qiblat untuk satu acuan lintang ini pernah dibuat pula oleh beberapa Falakiyun seperti Al-Khalily (Lihat: David A. King, Astronomy in the Service of Islam)

2.      Perhitungan Arah Qiblat (Model 2: Standar)
Pada perhitungan arah Qiblat versi 2 ini, instrumen klasik falak yang berisi kurva atau grid tata koordinat equatorial bola langit akan dioperasikan dalam perhitungan arah Qiblat versi standar. Maksudnya adalah menghitung arah Qiblat dengan data lintang tempat dan bujur tempat yang sudah diketahui. Yang perlu diingat adalah nilai lintang tempat yang dapat digunakan hanyalah lintang tempat yang dijadikan acuan dalam pembuatan instrumen. Dalam contoh perhitungan arah Qiblat versi 2 ini, penulis juga akan menggunakan instrumen Rub’ al-Sa’at al-Mu’addal dengan acuan lintang tempat 7o LS.
Contoh 1: Menghitung arah Qiblat untuk lintang 7o LS dan bujur tempat 111o4’34,36” BT. Langkah-langkahny adalah sebagai berikut:
a.       Hitung nilai SB dengan rumus:
SB    = BT – BK (khusus untuk bujur timur > bujur ka’bah)
         = 111o4’34,36” - 39o49’34,36”
         = 71o15’
b.      Rubah nilai SB menjadi satuan jam dengan pembagian 15
Jam  = SB : 15
         = 71o15’ : 15
         = 4:45
c.       Letakkan benang pada skala mail al-Syams dan tandai simpul benang pada skala mail al-Syams al-Syimaly yang senilai dengan lintang Mekkah 21o25’21,04”.
d.      Geser benang sampai simpul benang tepat berada pada jam nilai SB. untuk contoh ini, nilai jam yang digunakan adalah jam 4:45









e.       Lihat nilai Qaus al-Irtifa’ yang dihitung dari awal qaus. untuk contoh ini, nilai yang dihasilkan adalah 14o30’.

f.       Geser benang sampai kepada nilai tamam al-Qaus (90-qaus al-irtifa’). untuk contoh ini, karena nilai qaus al-irtifa’ 14o30’ maka tamam al-Qaus adalah yaitu 75o30’. sehingga benang digeser lagi sampai berada pada nilai qaus al-Irtifa’ 75o30’.
g.      Lihat posisi benang pada kurva arah (yang berwarna merah). Nilai kurva jam yang ditunjukkan oleh posisi simpul benang adalah nilai arah Qiblat. Untuk contoh ini, posisi simpul benang berada pada kurva arah 65o47’25,16”. Dengan demikian, arah Qiblat untuk lintang 7o LS dan bujur 111o4’34,36” BT adalah 65o47’25,16” UB
(Catatan: interval kurva azimuth pada instrumen ini adalah 10 derajat. pada gambar di atas, karena simpul benang berada di sebelah kurva arah 65o30’ (kurva titik-titik berwarna ungu) lebih sedikit menuju kurva arah 70o, maka penulis menggunakan interpolasi dengan ketentuan kurva arah 65o30’ berada pada Qaus 74o30’ sedangkan kurva arah 70o adalah berada pada Qaus 90o. Sehingga nilai arah pada Qaus 75o30’adalah 65o47’25,16”.


Contoh 2: Menghitung arah Qiblat untuk lintang 7o LS dan bujur tempat 77o19’34,36” BT. Langkah-langkahny adalah sebagai berikut:
a.       Hitung nilai SB dengan rumus:
SB    = BT – BK (khusus untuk bujur timur > bujur ka’bah)
         = 77o19’34,36” - 39o49’34,36”
         = 37o30’
b.      Rubah nilai SB menjadi satuan jam dengan pembagian 15
Jam  = SB : 15
         = 37o30’ : 15
         = 2:30
c.       Letakkan benang pada skala mail al-Syams dan tandai simpul benang pada skala mail al-Syams al-Syimaly yang senilai dengan lintang Mekkah 21o25’21,04”.
d.      Geser benang sampai simpul benang tepat berada pada jam nilai SB. untuk contoh ini, nilai jam yang digunakan adalah jam 2:30
e.       Lihat nilai Qaus al-Irtifa’ yang dihitung dari awal qaus. untuk contoh ini, nilai yang dihasilkan adalah 43o30’.
f.       Geser benang sampai kepada nilai tamam al-Qaus (90-qaus al-irtifa’). untuk contoh ini, karena nilai qaus al-irtifa’ 43o30’ maka tamam al-Qaus adalah yaitu 46o30’. sehingga benang digeser lagi sampai berada pada nilai qaus al-Irtifa’ 46o30’.
g.      Lihat posisi benang pada kurva arah (yang berwarna merah). Nilai kurva jam yang ditunjukkan oleh posisi simpul benang adalah nilai arah Qiblat. Untuk contoh ini, posisi simpul benang berada pada kurva arah 51o3’9,47”. Dengan demikian, arah Qiblat untuk lintang 7o LS dan bujur 77o19’34,36” BT adalah 51o3’9,47” UB
(Catatan: interval kurva azimuth pada instrumen ini adalah 10 derajat. pada gambar di atas, karena simpul benang berada di sebelah kurva arah 50o lebih sedikit menuju kurva arah 60o, maka penulis menggunakan interpolasi dengan ketentuan kurva arah 50o berada pada Qaus 45o sedangkan kurva arah 60o adalah berada pada Qaus 59o15’. Sehingga nilai arah pada Qaus 46o30’adalah 51o3’9,47”.

Dengan langkah-langkah tersebut, maka dihasilkan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Data
Hasil Perhitungan
Lintang Tempat
Bujur Tempat
Selisih Bujur (SB)
Jam SB
Arah Qiblat
7o LS
111o4’34,36”
71o15’
4:45
65o47’25,16”
7o LS
77o19’34,36”
37o30’
2:30
51o3’9,47” UB
(Silahkan hitung untuk bujur tempat lainnya dan dicek akurasinya sendiri 😁 )





Kesimpulan:
Berdasarkan apa yang telah penulis paparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa instrumen klasik falak yang berisi kurva atau grid tata koordinat equatorial bola langit dapat difungsikan dalam perhitungan arah Qiblat. Hal ini disebabkan karena adanya kesamaan konfigurasi segitiga bola dalam perhitungan arah Qiblat dan segitiga bola dalam perhitungan arah Matahari.
Perhitungan arah Qiblat dengan menggunakan instrumen klasik falak berjenis ini dapat dimodelkan dengan dua macam: [Model 1] Perhitungan untuk pembuatan peta arah Qiblat dengan data lintang yang dijadikan acuan pembuatan instrumen. Perhitungan Model 1 ini akan menghasilkan nilai bujur tempat berdasarkan kurva arah Qiblat, [Model 2] Perhitungan  untuk mendapatkan arah Qiblat dengan data lintang yang dijadikan acuan pembuatan instrumen dan bujur tempat berapapun nilainya.
Keakurasian hasil perhitungan arah Qiblat dengan dua model di atas sangat tergantung pada skala dalam pembuatan kurva jam dan kurva arah pada instrumen. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan instrumen bernama Rub’ al-Sa’at al-Mu’addal yang merupakan hasil modifikasi yang penulis lakukan dari instrumen Gunter’s Quadrant. Instrumen Rub’ al-Sa’at al-Mu’addal ini menggunakan skala jam sebesar 0:15 dan skala azimuth sebesar 10o. Sehingga keakurasiannya tidak cukup bagus (menggunakan perkiraaan hasil) jika tanpa bantuan perhitungan manual. Perhitungan manual yang dimaksudkan adalah perhitungan sejenis interpolasi yang penulis gunakan (dalam contoh di atas) untuk memperhalus hasil perhitungan dari instrumen yang memiliki keterbatasan skala [Secret Formula 😁]. Dan alangkah baiknya jika instrumen tersebut diberikan penambahan kurva jam dan azimuth agar skala jam dan azimuth dapat menjadi lebih kecil untuk menambah tingkat akurasi hasil perhitungan instrumen tersebut tanpa menggunakan perhitungan interpolasi manual. Tertarik untuk merekonstruksi instrumen ini dengan skala yang lebih kecil ??


[PART II. Perhitungan Rashdul Qiblat Model 1 dan 2, to be continued…]
Wallahu A’lam…

No comments:

Post a Comment